Surat Imam Hasan Al Basri kepada
Khalifah
Syaikh
Abdul Aziz Al Badri dalam kitabnya Al Islam
bainal Ulama wal Hukkam menukil jawaban Imam Hasan Al Basri kepada
pertanyaan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, Amirul Mukminin, tentang sifat-sifat
imam yang adil.
Beliau
menjawab:
“Sesungguhnya Allah menjadikan Imam yang
adil itu untuk meluruskan yang bengkok, membimbing yang zalim, memperbaiki yang
rusak, membela yang lemah, pelindung bagi yang teraniaya, menjadi perantara
Allah dengan para hamba-Nya, mendengarkan firman Allah dan memperdengarkan-Nya,
melihat Allah dan diperkenalkannya, tunduk kepada Allah dan membimbing
hamba-hamba-Nya.
Dia seumpama seorang
budak yang dipercaya oleh tuannya untuk menjaga dan memelihara harta dan
keluarganya. Dia tidak akan menghukum dengan hukum jahiliyah. Tidak mengikuti
jalan orang yang zalim, tidak akan membiarkan orang yang zalim berbuat
sewenang-wenang terhadap yang lemah, pemegang wasiat anak yatim dan amanat
orang miskin, mendidik yang kecil dan mengawasi yang besar.”.
Singkat
jawaban ulama pewaris Nabi itu, tapi padat dan bernas. Beberapa pelajaran yang
kita peroleh dari jawaban tersebut antara lain:
Pertama, Imam atau kepala negara yang
adil itu adalah orang yang mendapatkan amanat kekuasaan dari Allah, walau
secara operasionalnya adalah dipilih rakyat, untuk meluruskan yang bengkok agar
lurus kembali sesuai dengan syariat Allah SWT. Oleh karena itu, bila ada yang
murtad atau menyimpang dari syariat, segera diminta bertaubat dan kalau mau
ambil tindakan yang tegas, baik diberikan hukuman atau diperangi.
Kedua, Imam itu mendapatkan amanat
kekuasaan untuk menghilangkan kezaliman dan dengan kekuasaannya itu dia wajib
melindungi kaum yang lemah yang biasanya menjadi korban kezaliman.
Ketiga, Imam itu menjadi munafidzur risalah, eksekutif yang
menjalankan hukum-hukum Allah. Oleh karena itu, dia harus mendengarkan firman
Allah yang menjadi sumber hukum Allah dan memperdengarkan kepada masyarakat
agar mereka tahu hukum-hukum Allah dan menegakkannya dengan memberikan
peringatan dan sanksi kepada siapa saja yang melanggarnya. Imam menyelenggarakan
pendidikan gratis kepada rakyat agar mereka tahu ilmu-ilmu syariat. Imam menanggung
semua biayanya dengan memberikan gaji dan kompensasi kepada para alim ulama
untuk menyampaikan ilmunya kepada masyarakat. Imam menjamin kesejahteraan mereka
lahir batin sebelum menghukum mereka yang ingkar. Imam itu membimbing para
hamba Allah agar tunduk kepada hukum-hukum Allah SWT sebagai wujud ibadah
kepada-Nya.
Keempat, Imam laksana budak yang menjaga
dan memelihara harta dan keluarga tuannya. Tentu saja budak itu akan
menjalankan tugasnya sesuai dengan SOP (Standard
Operational System) yang diberikan oleh tuannya. Oleh karena itu, Imam yang
menerima amanat kekuasaan untuk mengurus rakyat muslim tidak akan menggunakan
hukum jahiliyah, yakni hukum selain Islam. Sebab hal itu bukan SOP yang
dititahkan Allah kepada para Imam. SOP dari Allah SWT adalah syariat Islam yang
sempurna. Bukankah Allah SWT berfirman kepada para Imam atau kepala negara kaum
muslimin sebagaimana Dia SWT berfirman kepada kepala negara pertama kaum
muslimin, yakni baginda Rasulullah saw.:
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di
antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti
hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka
tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah
kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka
ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada
mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia
adalah orang-orang yang fasik”. (QS. Al Maidah 49)
Juga
Dia SWT berfirman:
“Apakah hukum jahiliyah yang mereka
kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi
orang-orang yang yakin?” (QS. Al Maidah 50)
Sungguh,
indah sekali jika penguasa hari ini bersikap seperti Khalifah Umar bin Abdul
Aziz, seorang imam yang adil dan tawadlu, gemar bertanya kepada ulama. Dan sungguh
indah sekali kehidupan ini, bila para ulama bersikap seperti Imam Hasan Al
Bashri, pemimpin para ulama waratsatul anbiya, orang-orang yang lugas, yang
menyampaikan amanat ilmu apa adanya, tanpa tedeng aling-aling. Para ulama yang
tidak punya rasa takut kecuali hanya kepada Allah, para ulama yang melihat
penguasa laksana melihat kucing. Wa Islama, wa ulama, wa imama!
Muhammad Al Khaththath
Sumber artikel:
Suara Islam edisi 44 tanggal 16 – 29 Mei
2008 M/10 – 23 Jumadil Awal 1429 H